Selasa, 21 April 2015

PROVINSI

Sumatera Barat
Nama resmi                         : Propinsi Sumaera Barat
Ibukota                                 : Padang
Luas Wilayah                      : 42.012.89 km2
Jumlah penduduk              : 5.383.988 jiwa
Suku Bangsa                       : Minangkabau, Guci, Jaubak, Piliang, Chamiago, Tanjung, Koto,    
Agama                                  : Islam 98%, Kristen 1,6% lain-lain 0,4
Wilayah Administrasi       : kab: 12, kota:7, kec:179, kel:259, Desa: 880
Lagu Daerah                       : Baresolok, Paku, Galang dan Kambanglah Bungo


SEJARAH
Dari jaman prasejarah sampai kedatangan orang Barat, sejarah Suma­tera Barat dapat dikatakan identik dengan sejarah Minangkabau. Walau­pun masyarakat Mentawai diduga te­lah ada pada masa itu, tetapi bukti-bukti tentang keberadaan mereka masih sa­ngat sedikit.
Pada periode kolonialisme Belanda, nama Suma­tera Barat muncul sebagai suatu u­nit administrasi, sosial-budaya, dan po­litik. Nama ini a­dalah terjemahan dari bahasa Belanda de Westkust van Sumatra atau Sumatra's Westkust,yaitu suatu daerah bagian pe­sisir barat pulau Sumatera. 
Memasuki abad ke-20 persoalan yang dihadapi Sumatera Barat menja­di semakin kompleks. Sumatera Barat tidak lagi identik dengan daerah budaya Minangkabau dan telah berubah menjadi sebuah mini Indonesia. Di daerah ini bermukim sejumlah besar suku bangsa Minangkabau penganut sistem matrilineal, suku bangsa Ta­panuli dengan sistem patrilinealnya dan suku bangsa Jawa dengan sistem parentalnya. Di samping itu   juga  ada masyarakat Mentawai, Nias, Cina, A­rab, India serta berbagai kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai latar belakang budaya yang beraneka ragam.
Di Sumatera Barat banyak ditemukan peninggalan jaman prasejarah di Kabupaten 50 Koto, di daerah Solok Selatan dan daerah Taram. Sisa-­sisa peninggalan tradisi barn besar ini berwujud dalam berbagai bentuk; bentuk barn dakon, barn besar berukir, barn besar berlubang, barn rundell, kubur barn, dan barn altar, namun ben­tuk yang paling dominan adalah bentuk menhir. Peninggalan jaman prasejarah lainnya yang juga ditemukan adalah gua-gua alam yang dijadikan sebagai tempat hunian.
Bukti-bukti arkeologis yang dite­mukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerah-daerah sekitar Kabu­paten 50 Koto merupakan daerah atau kawasan Minangkabau yang pertama dihuni oleh nenek moyang orang Su­matera Barat. Penafsiran ini rasanya ber­alasan, karena dari daerah 50 Koto ini mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya bermuara di pantai timur pu­lau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari jaman dahulu hingga akhir abad yang lalu.
Nenek moyang orang Minang­kabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia (In­do-Cina) mengarungi laut Cina Sela­tan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Indragiri (atau; Kuantan). Sebagian di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta per­adaban mereka di sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang.
Percampuran dengan para penda­tang pada masa-masa berikutnya me­nyebabkan tingkat kebudayaan mere­ka jadi berubah dan jumlah mereka ja­di bertambah. Lokasi pemukiman mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka menyebar ke berba­gai bagian Sumatera Barat yang lainnya. Sebagian pergi ke daerah kabupaten Agam dan sebagian lagi sampai ke Kabupaten Tanah Datar sekarang. Dari sini penyebaran dilanjutkan lagi, ada yang sampai ke utara daerah Agam, terutama ke daerah Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Banyak di antara me­reka menyebar ke bagian barat teruta­ma ke daerah pesisir dan tidak sedikit pula yang menyebar ke daerah selatan, ke daerah Solok, Selayo, sekitar Muara, dan sekitar daerah Sijunjung.
Sejarah daerah Propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Raja Adityawarman. Ra­ja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Aditya­warman memang pernah memerintah di Pagaruyung, suatu negeri yang di­percayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya.
Adityawarman adalah tokoh pen­ting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pe­merintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kon­tribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Budha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Ter­bukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pa­riangan, Padang Barhalo, Candi, Bia­ro, Sumpur, dan Selo.
Sejarah Sumatera Barat sepe­ninggal Adityawarman hingga perte­ngahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Su­matera Barat dengan dunia luar, ter­utama Aceh semakin intensif. Sumate­ra Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memo­nopoli kegiatan perekonomian di dae­rah ini. Seiring dengan semakin inten­sifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.
Syekh Burhanuddin dianggap sebagai pe­nyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan aga­ma Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh.
Pengaruh politik dan ekonomi A­ceh yang demikian dominan membuat warga Sumatera Barat tidak senang kepada Aceh. Rasa ketidak­puasan ini akhirnya diungkapkan de­ngan menerima kedatangan orang Be­landa. Namun kehadiran Belanda ini juga membuka lembaran baru sejarah Sumatera Barat. Kedatangan Belanda ke daerah ini menjadikan Sumatera Ba­rat memasuki era kolonialisme dalam arti yang sesungguhnya.
Orang Barat pertama yang datang ke Sumatera Barat adalah seorang pelan­cong berkebangsaan Prancis yang ber­nama Jean Parmentier yang datang sekitar tahun 1523. Namun bangsa Ba­rat yang pertama datang dengan tu­juan ekonomis dan politis adalah bang­sa Belanda. Armada-armada dagang Belanda telah mulai kelihatan di pan­tai barat Sumatera Barat sejak tahun 1595-1598, di samping bangsa Belan­da, bangsa Eropa lainnya yang datang ke Sumatera Barat pada waktu itu ju­ga terdiri dari bangsa Portugis dan Ing­gris.

ARTI LOGO SUMATERA BARAT

Arti bentuk perisai persegi lima, melambangkan bahwa propinsi Sumatera Barat adalah merupakan salah satu dari daerah-daerah propinsi dalam lingkungan wilayah negara kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Rumah Gadang/Balai Adat adalah tempat bermufakat atau tempat lahirnya filsafat alam pikiran Minangkabau yang mashur, demokrasi menurut alur dan patut sebagai lambang konsekwen melakanakan demokrasi.
Atap Masjid Bertingkat Tiga dan Bergonjong Satu melambangkan salah satu dari bentuk rumah ibadah yang khas menurut arsitektur alam Minangkabau asli, yang melambangkan agama Isla sebagai salah satu agama yang pada umumnya dipeluk masyarakat. Bintang Segi Lima melukiskan nur cahaya dari pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Atap Rumah Gadang/Balai Adat Minangkabau Bergaya Tajam dan Runcing ke Atas merupakan gaya pergas yang tangkas dalam seni bangunan khas alam Minangkabau yang melambangkan sifat rakyatnya yang dinamis, bekerja keras dan bercita-cita luhur untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.
Empat Buah Gonjong Rumah Adat/Balai Adat dan Sebuah Gonjong Mesjid yang Menjulang Tinggi Keangkasa melambangkan keluruhan sejarah Minangkabau dari zaman ke zaman dalam semboyan kata 'Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabulah '.
Gelombang Air Laut adalah suatu lambang dinamika dari masyarakt Minangkabau.
ARTI MOTTO
'Tuah Sakato' berarti sepakat untuk melaksanakan hasil mufakat/musyawarah dan sebagai slogan kata (tanda kebesaran) yang terkandung dalam pribahasa Indonesia 'Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh'

ARTI WARNA
Warna dalam lambang ini berarti/bermakna, Putih berarti suci, Merah Jingga berarti berani, Kuning Emas berarti agung, Hitam Pekat berarti abadi, tabah, ulet/tahan tapo, Hijau Cerah Bersrti harapan masa depan.
Nilai Budaya
Kebudayaan yang hidup dalam Propinsi Sumatera Barat disebut kebu­dayaan Minangkabau. Berdasarkan pengamatan dan penelitian, kebuda­yaan ini cukup kaya, bersumber dari ni­lai-nilai luhur yang ditinggalkan atau diwariskan para nenek moyang. Kebu­dayaan ini pernah mengalami puncak keemasannya pada jaman kejayaan Kerajaan Pagaruyung, khususnya se­masa kepemimpinan Raja Adityawar­man. 
Dewasa ini masyarakat Minang­kabau yang terkenal teguh dalam me­megang adat berusaha untuk memeli­hara khasanah budaya peninggalan para lelu­hur.
Propinsi Sumatera Barat memiliki satu lembaga adat yang amat berwibawa, yang terkenal dengan nama Lembaga Kera­patan Adat Alam Minangkabau atau LKAAM. Lembaga ini memiliki wewe­nang besar dalam menentukan masa­lah-masalah adat dan kebudayaan dalam masyarakat Minangkabau. Karena itu sungguh tidak menghe­rankan kalau seseorang yang diper­cayakan untuk memimpin lembaga ini dianggap memiliki satu kelebihan ter­sendiri sebagai seorang tokoh yang di­terima kaum adat.
Pada umumnya hal-hal yang ber­kenaan dengan kebudayaan itu dapat dikategorikan dalam empat bidang. Pertama adalah bidang kesejarahan serta permuseuman, kedua adat-istia­dat, bahasa dan sastra, ketiga keseni­an, dan keempat perbukuan atau per­pustakaan. 
Bangunan bersejarah di Sumatera Barat antara lain meliputi : Istana Paga­ruyung, museum Taman Bundo Kan­duang di Bu­kittinggi, museum perjuangan rakyat, rumah gadang di Koto Nan Ampek, rumah gadang di Padang Lawas, balairung sari di Tabek serta mesjid di Ampang Gadang dan situs kepurbakalaan di Tanah Datar.
Falsafah Hidup Masyarakat setempat
Masyarakat Minangkabau dalam mengambil keputusan menggunakan motto :
"Bulek Aik Dek Pam Buluh, Buluk Kato De Mufakat", artinya segala sesuatu yang akan diputuskan harus dimusyawarahkan terlebih dahulu.
Motto bagi seorang pemimpin adalah :
"Tibo Dimato Dipiciangkan, Tibo Diparuk Dikampihkan", artinya  bagi seorang pemimpin harus bertindak adil, atau tidak pilih kasih.
Ada 4 kriteria pokok seorang pemimpin menurut budaya Minangkabau :
1.       Tinggi tampak jauah dan nan gadang jolong basuoartinya tinggi kelihatan dari jauh dan yang besar awal bertemu.
2.       Tinggi dek dianjuang, gadang dek diambak (tinggi karena diangkat, besar karena dipupuk), artinya keberadaanya diterima umat, kaum dan bangsa.
3.       Tinggi menyentak rueh (tinggi karena ruas), artinya mempunyai integritas pribadi, berilmu pengetahuan, berwawasan luas.
4.       Pemimpin didahulukan salangkah, ditinggikan sarantiang, artinya pemimpin tidak membuat jarak dengan rakyat.

FLORA DAN FAUNA

Pohon Andalas Tumbuhan Khas Sumatera Barat

Pohon Andalas ditetapkan sebagai tumbuhan khas atau flora identitas sekaligus maskot provinsi Sumatera Barat. Pohon Andalas adalah tumbuhan dari famili Moraceae dan berkerabat dekat dengan Murbai (Morus alba). Pohon Andalas dimanfaatkan kayunya untuk bahan perabot rumah tangga, almari, dan bahan bangunan termasuk dalam pembuatan rumah gadang. Kayunya mempunyai kualitas tinggi, awet, tahan air, dan anti rayap. Menurut mitos masyarakat setempat, pohon Andalas berasal dari tongkat Datuak Parpatih nan Sabatang, salah satu tokoh penyusun adat bagi masyarakat Minangkabu, yang ditancapkan ke tanah.

Pohon Andalas (Morus macroura)

Nama latin tanaman ini adalah Morus macroura Miq. yang mempunyai beberapa nama sinonim seperti Morus alaisia Deless. Ex Moretti, Morus alba var laevigata Bur. Morus laevigata wall, Morus wallichiana koidz dan Morus wittiorum var. Mawu koidz. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Himalayan Mulberry atau Sumatra Mulberry. Sedangkan di Indonesia dikenal juga sebagai Kertau, Hole Tanduk, atau Andaleh. Andalas adalah pohon asli Indonesia, meskipun bukan termasuk tumbuhan endemik. Tumbuhan ini tersebar di China (Yunan dan Hainan), Tibet, Kamboja, Malaysia (Semenanjung), Laos, Vietnam, Thailand, dan Indonesia (Sumatera dan Jawa). Poplasi secara global masih cukup banyak, namun di Indonesia mulai langka. Pohon Andalas berukuran besar dengan tinggi mampu mencapai 40 meter dengan diameter batang bawah mencapai 2 meter. Bentuk daun dan buah mirip murbai.
FAUNA
Hewan khas Sumatera Barat adalah burung Kuau Raja. Burung dari famili Phasianidae ini merupakan salah satu burung asli pulau Sumatera. Ciri khas burung berukuran besar ini adalah pejantannya yang memiliki bulu ekor yang panjang dan indah dengan motif bulatan-bulatan berwarna cerah dan berbintik-bintik keabu-abuan. Saat kawin, pejantan akan menarik perhatian betina dengan mengembangkan bulu sayap dan ekornya. Bulu ekor ini terkembang layaknya kipas raksasa. Perlahan kipas tersebut ditarik ke depan sehingga menutupi seluruh tubuh dan kepala burung jantan
Burung Kuau Raja (Argusianus argus)
Nama latin hewan ini adalah Argusianus argus (Linnaeus, 1766). Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Great Argus. Sedangkan penyebutan lokal untuk hewan ini adalah ‘kuang’.
Burung ini berukuran besar dengan berat mencapai 10 kg. Panjang dari kepala hingga ujung ekor pada burung Kuau Raja jantang dapat mencapai 2 meter, sedangkan betinanya, karena ekornya pendek, hanya berukuran sekitar 75 cm. Selain ciri khas ekornya pejantannya yang bisa menjadi kipas layaknya burung merak, pada ekor pejantan ini terdapat dua helai bulu yang sangat panjang, bisa mencapai 1 meter lebih. Hidup di permukaan tanah dan mempunyai kemampuan berlari yang cukup baik, meskipun dapat terbang untuk jarak pendek.
Kuau Raja merupakan salah satu burung asli Indonesia yang hidup di pulau Sumatera dan Kalimantan. Selain itu burung besar maskot Sumatera Barat ini tersebar di Thailand, Myanmar, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
KALIMANTAN BARAT
Nama resmi                 :Provinsi Kalimantan Barat
Ibukota                         :Pontianak
Luas Wilayah              : 147.307,00 Km2
Jumlah Penduduk     : 5.310.208 jiwa
Suku Bangsa               : Melayu, Dayak, China, Jawa, Madura Bugis
Agama                         : Islam: 61%, Katholik:21%, Proestan:5%, Budha/Hindu3%
Wilayah Administrasi : Kab:12, Kota:2, Kec: 175, Kel:89,Desa: 1.869
Lagu Daerah                : Ci-cik Periok
Nama Kab/Kota          : KabupatenKetapang,Sanggau, Pontianak, Sintang, Kapuas                         Hulu Sambas, Bengkayang, Landak, Melawi, Sekadau dan  Kota Pontiana, Singkawang
Sejarah
Atas dasar undang-undang Nomor 25 tahun 1956, Kalimantan Barat mendapat status sebagai daerah Propinsi Otonom dengan ibukota Pontianak. Kedudukan sebagai daerah otonom ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1957. Selanjutnya tanggal ini dianggap sebagai hari jadi Propinsi Kalimantan Barat. Namun mulai tahun 2002 Hari Jadi Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat diperingati setiap tanggal 28 Januari.
Sejak ditetapkannya sebagai Daerah Propinsi Otonom yaitu pada 1 Januari 1957 maka sampai saat ini, Kalimantan barat telah dipimpin oleh sepuluh Pejabat Gubernur Kepala Daerah. Gubernur Drs. Cornelis, MH adalah Pejabat Gubernur Propinsi Kalimantan Barat pada saat ini dan mulai bertugas sejak 14 Januari tahun 2008.
Dewasa ini daerah pemerintahan propinsi Kalimantan Barat sejak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 terbagi menjadi sepuluh kabupaten, dua kota sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Barat yaitu Kota Pontianak.
Dasar Hukum
·         Propinsi Kalbar diresmikan           : Tanggal 1 Januari 1957
·         Dasar Hukum                                     : UU No. 25/1956
·         Ibukota                                                                : Pontianak
·         Kepala Daerah                                   : Dipimpin oleh seorang Gubernur dibantu seorang Wakil
Gubernur
Nama-nama Gubernur Kalimantan Barat
Kalimantan Barat sejak berdiri hingga sekarang telah dipimpin sepuluh orang Gubernur terdiri dari:
1.
Adji Pangeran Aflus
(1957 - 1957)
2.
Djenal asikin Judadiberata
(1958 - 1959)
3.
YC Oevang Oeray
(1960 - 1966)
4.
Kolonel Soemadi Bc Hk
(1967 - 1972)
5.
Kolonel Kadarusno
(1972 - 1977)
6.
Mayjen (Purn) Soedjiman
(1977 - 1978)
7.
Brigjen Parjoko Suryokusumo
(1987 - 1993)
8.
Mayjen H.A. Aswin
(1993 - 2003)
9.
H. Usman Ja`far
(2003 - 2008)
10.
Drs. Cornelis, MH
(2008 - 2013)

Arti Logo


Lambang Daerah Provinsi Kalimantan Barat sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah TK I Kalimantan Barat No 4 Tahun 1964, Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Barat No. 2 Tahun 1967 tanggal 23 Mei 1967.
Lambang secara keseluruhan bersudut lima Perisai, Mandau dan Keris dengan satu garis melintang di tengahnya.
Bersudut lima berarti Pancasila, dimaksudkan Kalimantan Barat adalah bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila.
Warna dasar hijau muda adalah lambang kesuburan. 
Perisai, Mandau dan Keris adalah lambang pusaka dan kebudayaan warisan leluhur masyarakat Kalimantan Barat.
Padi dan Kapas bersimpul pita dengan sudut empat adalah lambang kemakmuran yang dijiwai oleh semangat catur karsa (em pat kehendak) yaitu : kesungguhan, kejujuran, gotong-royong dan kekeluargaan.

Jumlah unsur kapas (17), nyala api (8), padi (45) adalah lambang lahirnya Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Garis melintang ditengah-tengah adalah lambang bentangan Khatulistiwa tepat pada garis Equator.
Kobaran api dalam tungku adalah lambang semangat perjuangan yang tak kunjung padam.
Tulisan AKCAYA adalah lambang Tak Kunjung Binasa atau dengan keuletan yang pantang menyerah.
Nilai Budaya
Betang
Rumah panjang di Kalimantan Barat umumnya disebut "betang", adalah suatu bangunan tradisional yang dimiliki oleh beberapa kelompok sub-etnik Dayak yang ada di Kalimantan Barat. Pembagian ruangan atau bilik yang ada didalam Betang mencerminkan stratifikasi dari sistem yang unik dari masyarakat yang tinggal di dalamnya. Bagian tengah dari betang adalah untuk aktivitas yang bersifat publik, sedangkan bagian depan digunakan untuk menjemur padi dan komoditas lainnya. Ruang belakang biasanya untuk keperluan memasak, tidur dan tempat berkumpul bagi seluruh anggota keluarga .Pemisahan ruangan ini mencerminkan pemisahan antara wilayah sosial, individu dan fasilitas umum.
Upacara-upacara adat, yang masih dilestarikan antara lain : Robo-robo, Gawai Dayak
Falsafah Hidup Masyarakat:
- dimana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung.
- Adil ka Talino, Bacuramin ka Saruga, Basangat ka Jubata, artinya adil kepada sesama manusia berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

FLORA DAN FAUNA
contoh flora di Kalimantan Barat 

 pohon tengkawa 

contoh fauna di Kalimantan Barat 
enggang gading 

sumber:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar